Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dinilai jangan cuma berkeluh kesah dan menegur Research In Motion (RIM) terkait layanan BlackBerry yang melempem. Operator pun dinilai juga harus mendapat ketegasan serupa.
Menurut pengamat telematika Abimanyu Wachjoewidajat, popularitas BlackBerry di Indonesia, hasilnya tidak hanya dinikmati oleh vendor asal Kanada itu. Namun juga oleh operator seluler yang menjajakan layanan telekomunikasi.
Alhasil, sudah semestinya jika operator dan RIM bahu-membahu untuk meningkatkan layanan mereka di Indonesia. Begitu pula jika ada masalah, jangan cuma satu pihak yang disalahkan.
"Mengingat untuk mengakses BBM (BlackBerry Messenger) perlu dikenakan biaya tambahan dan atas leletnya akses tersebut yang dirugikan adalah pelanggan BlackBerry maka selayaknya BRTI justru menegur operator seluler (sebagai pihak yang menerima bayaran) agar mereka meningkatkan pelayanannya," tukas pria yang biasa disapa Abah itu.
Namun alih-alih melakukan itu -- lanjut Abah -- dalam kasus keluhan terhadap BlackBerry, BRTI malah kembali mengangkat isu RIM yang tidak mau merelokasi server.
Pria yang juga dosen di Fakultas Sains & Teknologi di UIN Syarif Hidayatullah bukan tidak mendukung BRTI untuk tegas kepada RIM. Terlebih untuk menegakkan aturan yang berlaku di Indonesia. Sebagai bangsa Indonesia, ia juga miris melihat regulator telekomunikasi Tanah Air tak mampu menegakkan aturannya kepada vendor asing.
"Bayangkan bahwa India mampu membuat RIM tunduk dan mengikuti perintah untuk membuat data center. Sedangkan di Indonesia, RIM dapat santai mengabaikan permintaan BRTI/Kominfo dan atas apa yang terjadi tersebut kelihatan jelas mereka tidak mampu atau tidak berani melakukan tindakan apapun terhadap RIM," kata Abah.
"Sewajarnya dan selayaknya ketidakmampuan BRTI dalam mengatasi RIM tersebut hendaknya janganlah menjadi dendam untuk kemudian langsung menuding atau mengkambinghitamkan RIM atas segala masalah yang ada pada Blackberry. Seharusnya BRTI dapat lebih proporsional memandang kasus lemotnya Blackberry ini dari berbagai sisi," ia menandaskan.
Sebelumnya, Abah menilai bahwa keluhan lelet di BlackBerry bukan cuma lantaran server milik RIM tidak ditempatkan di Indonesia. Namun akibat dari sejumlah faktor.
Mulai dari besar kecilnya bandwidth untuk mengayomi layanan BlackBerry, hingga kemampuan perangkat dan kebiasaan dari pengguna itu sendiri.
"Banyaknya aplikasi yang aktif pada saat yang bersamaan, jumlah chat room yang diikuti, besaran diskusi pada chat room yang akan dibuka, banyaknya pengakses BlackBerry dari operator/BTS yang sama pada saat itu. Semua dapat memberikan pengaruh pada keleletan Blackberry," pungkasnya.