Keluhan leletnya layanan di BlackBerry ditampik jika ujung-ujungnya cuma lantaran server milik Research In Motion (RIM) yang tidak ditempatkan di Indonesia. Lantas apa?
Menurut Abimanyu Wachjoewidajat, dosen Technopreneurship Fakultas Sains & Teknologi di UIN Syarif Hidayatullah, relokasi server adalah sekadar memindahkan perangkat RIM ke data center di Indonesia. Apabila relokasi tersebut tidak diiringi dengan pembesaran bandwidth dan servernya maka pasti kinerja yang dihasilkan tidak seperti yang diharapkan.
"Bahkan bila setelah hal itu dilakukan namun konektifitas antara penyedia seluler dengan server RIM tetap kecil maka jaringan dijamin akan tetap lemot," tukas pria yang biasa disapa Abah ini kepada detikINET.
"Jadi solusinya tercepat dan terbaik untuk urusan mengatasi BlackBerry lemot adalah cukup dengan memperbesar bandwidth. Begitu pula dengan kinerja server yang dipasang pada masing-masing operator seluler yang menangani koneksi dengan RIM harus ditingkatkan kinerjanya," tegas Abah.
Pun demikian, bila ingin bicara pembesaran bandwidth berarti itu terkait masalah pembesaran opex (operational expenditure). Dimana formula umumnya sangat mendasar yakni pembesaran banyaknya pengguna wajib diimbangi dengan pembesaran bandwidth dan peningkatan kinerja server atau bisa dengan memperbanyak server serta meningkatkan daya proses server tersebut.
"Apabila hal ini tidak dilakukan maka yang meraih untung adalah para penyedia layanan seluler karena pemasukan mereka bertambah besar akan tetapi pengeluaran tetap begitu saja karena tidak meningkatkan bandwidth dan kinerja servernya secara proporsional," Abah melanjutkan.
Alhasil, imbuhnya, dalam hukum dagang hal ini sepertinya wajar saja dengan meraih untung yang besar dengan pengeluaran yang lebih sedikit tetapi secara pelayanan publik, apalagi rata-rata perusahaan tersebut kini sudah merupakan public owned company selayaknya mereka tidak melakukan hal tersebut.
"Selain itu kita tidak bisa mengukur seberapa lelet akses BlackBerry dengan mata. Sebab banyak hal yang terlibat seperti bandwidth, perangkat yang digunakan, banyaknya aplikasi yang aktif pada saat yang bersamaan, jumlah chat room yang diikuti, besaran diskusi pada chatroom yang akan dibuka, banyaknya pengakses BlackBerry dari operator/BTS yang sama pada saat itu. Semua dapat memberikan pengaruh pada keleletan Blackberry tersebut," jelasnya.
Sebelumnya, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menjelaskan bahwa dalam kerja sama antara operator dan RIM, operator hanya berperan sebagai pipa penyalur trafik jaringan saja. Sementara untuk kendali layanan, ada di tangan vendor asal Kanada itu. Hal itu terbukti dengan masih ditempatkannya server RIM di luar Indonesia.
"Itu konsekuensi server RIM di luar negeri. BlackBerry jadi lelet, lemot, problem. Email juga bisa drop seperti kemarin," papar anggota BRTI, Heru Sutadi kepada detikINET.
Heru menjelaskan, meski komunikasi antar pengguna BlackBerry hanya di dalam Indonesia, namun trafik dibawa ke luar negeri dulu, yang membuat trafik menjalani rute yang panjang.
"Trafik dibawa dengan kapasitas terbatas, padahal trafik makin meningkat. Maka konsekuensinya, ya kecepatan akses jadi lelet, beberapa fitur mungkin lambat, bahkan tidak jalan," sesal Heru.
Terkait pembangunan server di Tanah Air, RIM sendiri sejatinya masih belum bisa memberi kepastian kepada pemerintah. Produsen BlackBerry itu sejatinya pernah mengatakan akan selalu comply dengan aturan yang ada di Indonesia.