Puasa Menuju Jiwa yang Tenang

"Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhoiNya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hambaKu. Dan masuklah ke dalam surgaKu” (QS. Al-Fajr [89] : 27-30)

Sungguh tiada sia-sia apapun yang Allah perintahkan pada kita. Ibadah yang kadang kita merasa berat menjalankannya, sesunguhnya itu amat baik bagi kita, dari sudut pandang apapun termasuk kesehatan.

Sebut saja senyum, terbukti ketika kita senyum hormon endorpin akan meningkat, kondisi ini menyebabkan detak jantung dan tensi akan menurun (normal). Jika senyum menjadi kebiasaan, maka insyaAllah kita akan terhindar dari hipertensi, jantung dan stroke.

Itu baru senyum, ibadah paling murah dan mudah.

Bagaimana dengan wudhu, sholat, puasa, sedekah, haji. Masya Allah, sungguh ada banyak hikmah kesehatan di dalamnya.

Tak heran ketika zaman terbaik sepanjang zaman, ketika Rosul saw dan para sahabat menjalankan hidup dengan penuh ibadah, ketika Islam dijalankan dengan kaffah, tak terbantahkan oleh ahli sejarah manapun bahwa mereka memiliki kesehatan yang sangat prima. Sepanjang hidupnya, Rosulullah saw terhitung hanya 1 kali sakit yaitu saat menjelang wafatnya. Rosul saw dan sahabat mampu mengalahkan musuh dalam banyak peperangan walau dalam jumlah yang sangat tak berimbang. Bukti lain, seorang thabib dari Mesir harus kembali pulang karena tidak ada ‘pasien’.

Saat ini?

Tak terhitung sepanjang kita hidup sudah berapa kali kita sakit. Adakah yang salah dengan ibadah kita?

Varian penyakitpun semakin bertambah banyak. Adakah yang salah dengan pola hidup kita?

Salah satu varian yang menghantui masyarakat kita adalah stress/depresi.

Depresi, saat ini telah dan akan menjadi problem kesehatan masyarakat yang cukup serius. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa depresi berada pada urutan ke-4 penyakit di dunia penyebab ketidakmampuan. Bahkan, diramalkan pada tahun 2020, depresi akan menempati urutan ke-2 penyebab ketidakmampuan.

Menurut survei yang dilakukan oleh Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) pada tahun 2008, menyebutkan “Sekitar 94% masyarakat Indonesia mengidap depresi dari mulai tingkat paling ringan hingga paling berat”.

Jika angka ini benar, maka 9 dari 10 orang masyarakat kita mengalami depresi.

Teori tentang penyebab depresi beragam, diantaranya faktor genetik, faktor psikososial (jalan macet, permasalahan keluarga, tuntutan kerja, dll), faktor kepribadian (cinta dunia yang berlebihan dan manajemen penyelesaian masalah yang kurang pandai), dan faktor biogenikamin (serotonin dianggap sebagai neurotransmiter yang paling bertanggung jawab masalah depresi).

Dari segi medis, teori biogenikamin inilah yang membuktikan bahwa puasa mampu membuat jiwa kita tenang. Karena dengan puasa terjadi peningkatan serotonin dalam tubuh yang cukup signifikan, menjadikan kita lebih tenang, lebih ‘mood’ dan mampu menekan jika stimulan depresi datang.

Selain itu, di dalam otak kita, ada sel yang disebut dengan “neuroglial cells”. Fungsinya adalah sebagai pembersih dan penyehat otak. Saat berpuasa, sel-sel neuron yang mati atau sakit, akan “dimakan” oleh sel-sel neuroglial ini. Kondisi ini menyebabkan orang yang berpuasa memiliki ketajaman berfikir yang jernih sehingga mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapinya dan jauh dari depresi.

Seorang peneliti di Moskow melakukan penelitian pada seribu penderita kelainan mental (termasuk depresi berat). Ternyata dengan puasa, sekitar 65% terdapat perbaikan kondisi mental pasiennya.

Seorang ilmuwan di bidang kejiwaan Dr. Ehret menyatakan bahwa “Untuk hasil yang lebih dari sekedar manfaat fisik, yaitu agar mendapatkan manfaat mental dari aktifitas berpuasa, seseorang harus menjalani puasa lebih dari 21 hari”.

Teori-teori ini menjadi dasar beberapa praktisi kesehatan menggunakan puasa sebagai terapi pengobatan bagi pasien-pasien mereka.

Tambahlah keyakinan kita, begitu sayangnya Allah kepada kita melalui ibadah yang Ia perintahkan kepada kita.

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu.” (QS. Adz-Dzariyat [51] : 56)

Barulah kita sadar bahwa ibadah adalah kebutuhan.

Allahu ‘alam bishshowab.

Go to top