Factor-faktor pendukung dan penghambat pembinaan moral siswa

Factor-faktor pendukung dan penghambat pembinaan moral siswa

Dalam melaksanankan pembinaan moral pasti ada beberapa factor yang mempengaruhinya, sedangkan factor-faktor tersebut ikut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan pembinaan moral. Adapun factor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembinaan morar dapat penulis kelompokan menjadi 6 faktor yaitu:

1. Factor yang bersumber dari dalam siswa

Factor ini di sebut factor interen, maksud nya factor yang timbul dari diri siswa itu sendiri. Dari factor ini kita dapat melihat kemungkinaan yang menjadi penghambat dan penunjang pelaksanaan pembinaan moral. Diantara adalah kesasdaran akan pentingnya moral yang baik. Dalam masaitu siswa sangant memerlukan bimbingan untuk menjadi diri sendiri dengan demikian kita dapat memahami karekter yang akan timbul dalam diri siswa tersebut.

2. Factor yang timbula dari lingkungan keluarga

keluarga merupakan kesatuan social yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggota nya terdiri dari ayah-ibu dan anak, bagi anak-anaka keluarga merupakan lingkungan yang pertama dikenal. Dengan demikian kehidupan keluarga merupakan fase pertama yang pembentukan social bagi anak.

Menurut islam anak merupakan amanat dari Allah bagi kedua orang tuanya ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang, bila ia sejak kecil di biasakan berbuat baik. Pendidikan yang dilatih secara continue akan menumbuhkan dan dapat berkembang menjadi anak yang baik pula. Dan sebaliknya apabila ia di biasakan berbuat buruk, nantinya ia akan terbiasa berbuat buruk pula dan menjadi rusak metala dan morar mereka. Oleh karena itu perlu dibentuknya lembaga pendidikan, walaupun pendidikan yang pertama dan utama. (Muhaimin, Abdul Mulib, 1993:290)

Sebagia pendidikan yang pertama dan utama keluarga dapat mencetak anak agar mempunyai kepribadiaan yang kemudian dapat di kembangkan dalam lembaga pendidikan berikutnya. Sehingga wewenang lembaga-lembga tersebut tidak di pwerkenangkan mengubah apa yang di milikinya, tetapi cukup dengan mengkombinasikan antara pendidikan keluarga dengan pendidikan lembaga. Tingkah llaku anak tidak hanya di pengaruhi oleh bagaimana sikap orang tua yang berada dalam lingkungan keluarga itu. Melainkan juga bagaimana sikap mereka dan di luar rumah. Dalam halini peranan orang tua penting sekali untuk mengikuti dapa saja yang di butuhkan oleh anak dalam rangka perkembangan nilai-nila anak.

Orang tua harus bisa menciptakan keadaan dimana anak bisa berkembang dalam suasana ramah, ikhlas, jujur dan kerjasama yang di perhatikan oleh masing-masing angota keluarga dalam kehidupan mereka seharihati. Sebaliknya sulit untuk menumbuhkan sikap yang baik pada anak di kemudian hari, bilamana anak tumbuh dan berkembang dalam suasana pertikaian, pertengkaran, ketidak jujuran menjadihal yang biasa dalam hubungan antara anggota keluarga atqaupun dengan orang yang ada di luar rumah. Kebijakan orang tua menciptakan suasana baik baik dalam rumah, menuntut pengertian yang cukup dari orang tua terhadap danak. Factor-faktor kemampuan pengertian akan segi pendidikan dengan sendirinya dapat mempengaruhi ataupu dtidak berarti, bahwa rendahnya taraf inteligensi yang di miliki orang tua akan menciptakan anak-anak yang kurang bermoral, ataupun sebaliknya, orang tua yang memiliki taraf kemampuan dan kecerdasan yang tinggi akan memjamin dapat menciptakan anakanak dengan nilai moral yang tinggi pula.

Demikian pula setatus ekonomi sekalipun nampak ada kecenderungan pengaruh terhadap perkembangan nilai-nilai moral anak tetapi factor lain yang mungkin lebih berperan dan akan lebih mempengaruhi. Rumanh miskin tidak berarti rumah buruk buat si anank. Kenyataanya memang susanan kemiskinan khususnya pada mereka dengan taraf social – ekonomi yang rendah sering menunjukna unsure-unsur kebersihan yang kurang di perhatikan, pembentukan cara bersikap rendah terhadap orang lain di abaikan, dengan nilai moral yang kurang di peerhatikan.

3. Factor yang bersuber dari lingkungan sekolah

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesuidah keluarga, karena makin besar kebutuhan siswa, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagain kepada lembga pendidikan. sekolah sebagai pembantu keluarga mendidik anak. Sekolah memberi pendidikan dan pengajaran kepada siswa mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada fkesempatan orang tu untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.

Tugass guru dan pemimpin sekolah di samping menberikan ilmu pengetahuan, ketrampilan, juga mendidik siswa beragama. Disinilah sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam memberikan bimbingan dan pengajaran kepada anak didik. Perndidikan budi pekerti dan keagamaan yang di selenggarakan di sekolah haruslah merupakan kelanjutan setidaknya jangan bertentangan dengan apa yang di berikan dalam keluarga.

Dalam tubuh setiap muslim yang benar-benar beriman dan melaksanankan ajaran islam mereka berusaha untuk memasukan anak mreka ke sekolah yang dibereikan pendidikan agama. Dasar kepribadian dan pola sikap siswa yang telah di peroleh melalui pertumbuhan dan perkembangan akan di alami secara melias apabila anak memasuki sekolah. Corak hubungan antara m,urit dengan guru atau antara guru dengan muri, banyak mempengaruhi aspek-aspek kepribadiaan, termasuk nilai-nilai moralyang memang masih mengalami perubahan-perubahan. Type seorang guru keras mernyebabkan sikap rendah diri pada siswa akan tetapi sikap ini akan berubah apabila menemukan guru yang bersikap demokratis.

Kepribadiaan yang di pancarkan oleh guru dapat menjadi tokoh yang di kagumi, karena itu timbul hasrat peniru terhadap sebagian adtau keseluruhan tingkah laku guru tersebut. Di pihak lain rasa tidaksengan dapat menimbulkna penilain terhadap guru menjadi negatif. Makin baik hubungan atara murit dengan guru maka makin tinggi pula nilai kejujuran dan akan lebih efektif suatu pendidikan moral yang sengaaja di lakukan dalam diri siswa.

Hubungan murit dengan murid yang baik dapat meperkecil kemungkinan tumbuhnya perbuatan perbuatan yang jauh dari nilai moral yang tinggi bilamana kelompok itu sendiri sudah mempunyai norma-norma moral yang baik pula. Melalui kegiatan kegiatan yang mengandung unsure-unsur persaingan olahraga, siswa memperoleh kesempatan bagaimana bertingkah laku yang sesuai dengan jiwa seoramg olahragawan yang seportif, menghargai dan menghormanti kekalahan orang lain, belajar berkerja sama, sehingga secara tidak langsung siswa memperoleh kesempatan untuk melatih dan meperkembangkan nilai nilai moral.

4. Factor dari lingkungan teman-teman sebaya.

Makin bertambah umur anak makin memperoleh kesempatan luas untuk mengadakan hubungan dengan teman sebayanya. Sekalipun dalam kenyataannya perbedaan umur yang relatif besar tidak menjadikan sebab tidak adanya kemungkinan melakukan hubunga-hubungan dalam suasana bermain. Siswa yang bertindak langsung atau tidak langsung sebagai pemimpin, atau yang menunjukan cirri-ciri kepemimpinan dengan sikap menguasaianak lain akan besar pengaruhnya terhadap pola sikap kepribadian mereka. Konflik akan terjadi pada siswa bilamana norma pribadi sangant berlainan dengan norma yang ada di lingkungan teman-teman dmereka. Di situlah ian inggin mepertahankan pola tingkh laku yang telah di peroleh diruma/sekolah sedangkan di pihak lain lingkungan menuntut siswa untuk meperlihatkan pola lain yang bertentangan dengan pola yang sudah ada atau sebaliknya.

Teman sepergaulan mempunyai pengaruh yang cukup besar umembuat anak menjadi anak yang baik dan juga membuat anak yang suka melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Hal ini terjadi hampir di seluruh kawasan yang ada, kawasan yang kami maksut adalah kawasan yang ada penduduknya yang masih usia remaja, orang dewasayang masih dikategorikan sebagai generasi muda. Para ahli ilmu social pada umumnya berpendapat bahwa kelompok seusia atau kelom[pok sepermainan mempunyai pengaruh yang besar terhadap remaja/generasi muda sebagai individu atau pribadi.

5. Factor dari segi keagamaan

Seorang siswa perlu mengetahui hukum dan ketentuan agama. Di samping itu yang lebih penting adalah menggerakan hati mereka untuk secara otomatis terdorong untuk mengetahui hukum dan ketentuan agama. Jangan sampai pengetahuan dan pengertian mereka tentang agama hanya sekedar pengetahuan yang tidak berpengaruh apa-apa dalam kehidupan sehari- hari. Untuk itu diperlukan pendekatan agama dengan segala ketentuan pada kehidupan sehari-hari dengan jalan mencarikan hikmah dan manfaat setiap ketentuan agama itu. Jangan sampai mereka menyangka bahwa hukum dan ketentuan agama merupakan perintah tuhan yang terpaksa mereka patuhi, tanpa merasakan manfaat dari kepatuhan itu. Hal ini tidak dapat di capai dengan penjelasan yang sederhana saja, tetapi memerlukan pendekatan pendekatan secara sungguh-sungguh yang di dasarkan atas pengertian dan usaha yang sungguh-sungguh pula.

Kejujuran dan tingkah laku moralitas lainya yang di perhatikan seseorang siswa, tidak ditentukan bagaimana pandainya atau oleh pengertian dan pengetahuan keagamaan yang di miliki siswa melaikan bergantung sepenuhnya pada penghanyatan nili-nilai keagamaan dan pewujudannya dalam tingkah laku dan dalam hubungan dengan siswa lain.

Dalam perkembangannya seorang siswa mula-mula merasa takut untuk berbuat sesustu yang tidak baik, seperti berbohong karena larangan-larangan orang tua atau guru agama, bahwa perbuatan yang tidak baik akan di hukum oleh penguasa yang tertinggi yaitu Tuhan. Sekalipun tokoh tuhan ini adalah tokoh abstrak yang tidak kelihtan tetapi pengaruhnya besar sekali. Siswa akan menginsafi bahwa perbuatan-perbuatan yang tidak baik itu perbuatan dosa derngan akibat di hukum. Ajaran-ajaran keagamaan dapat berupa petunjuk apa yang boleh dan wajar di lakukan dan dapat berupa pengontrolan untuk melakukan sesuai dengan keinginan atau kehenedaknya.

Nilai-nilai keagamaan yang di peroleh siswa pada usia muda dapat menetapkan menjadi pedoman tingkahlaku di kemudian hari. Kalau pada mulanya kepatuhan di dasarkan karena adanya rasa takut yang di asosiasikan dengan kemumgkinan memperoleh hukuman, maka lam-lama kepatuhan ini akan dapat dihayati sebagai dari cara dan tujuan hidup.

6. Factor dari aktivitas-aktivitas rekreasi

Dalam kehidupan siswa dapat mempelajari pelajaran yang di sampaikan oleh guru dan dapat mereka terapkan dalam ke kehidupan sehari-hari. Bagaimana seorang siswa mengisi waktu luanh seiring dikemukakan sebagai sesuatu yang berpengaruh besar terhadap konsep moral siswa. Orang tua dan guru menyadari betapa pentingnya bacaan pada siswa yang antara lain juga membentuk segi-segi moral bagi siswa. Perhatian dan anjuran untuk membaca ini minimbulkan keinginan dan kebebasan yang besar untuk membaca. Akan tetapi kebiassaan dan keinginan membaca ini juga di arahkan untuk membaca yang sekirana dapat membangun pikiran nya.

Dengan halini makam pemikiran siswa akan semakin meningkat dan dapat menjangkau apa yang mereka inginkan. Selain dari factor di atas masih ada factor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menghambat pembinaan moral, di antaranya factor inteligendan jenis kelamin. Intelegensi di kemukakan dengan alasan bahwa untuk mengerti hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan di butuhkan kemampuan yang baik. Sebaliknya kemampuan yang baik dan yang dapat mengeti perbuatan yang baik dan yang tidak baik. Jenis kelamin dikemukakan karena kemyataanya bahwa lebih banyak kenakalan atau kejahatan di temui pada siswa laki-laki dari pada siswa perempuan . ini pun tidak dikatakan secara umum, juga hal-hal yang sebaliknya yakni bahwa siswa perempuan lebih jujur dari pada siswa laki-laki.

Demikian mengenai factor-faktor yang mendukung dan menghambat pembinaan moral siswa. (Snggih D Gunarsa, 1984:38-46)

Add comment


Go to top