Perusahaan bioteknologi Advanced Cell Technology Inc di Massachusetts, AS, mengumumkan telah berhasil melakukan kloning beberapa embrio manusia. Embrio yang menggunakan sel telur dan DNA dari sel kulit manusia itu terus berkembang selama enam hari.
Meski tujuan kloning untuk mendapatkan organ-organ transplantasi, kloning pertama manusia ini tetap disambut kontroversi. Para ilmuwan berpendapat, kloning ini bisa menjadi langkah awal untuk mengkloning manusia secara keseluruhan.
Dr Michael West, presiden perusahaan itu, dalam acara bertajuk jumpa pers di televisi NBC, Minggu (25/11), menyatakan, harus dibedakan antara kloning yang bersifat reproduksi dengan kloning terapi yang menjadi tujuan riset perusahaannya. Dengan demikian, perkembangan embrio akan dihentikan pada tahap yang sangat dini untuk mengambil sel-sel stemnya.
Sel stem adalah sel-sel dasar yang akan berkembang menjadi berbagai jenis sel dalam tubuh, dan inilah yang akan dibiakkan sebagai jaringan organ transplantasi seperti jantung, hati, ginjal, maupun sebagai obat penyakit kanker, Parkinson, diabetes, leukimia, dan berbagai penyakit lain.
Para ilmuwan sebenarnya sudah lama mempraktikkan teknik ini pada binatang seperti kambing, sapi, dan babi. Namun, kloning organ manusia adalah hal berbeda, karena untuk mendapatkannya ada embrio yang dihancurkan. Dengan kata lain, kloning terapi mengobati orang sakit dengan membunuh (calon) orang lain demi organnya.
Penciptaan embrio
Untuk menghasilkan embrio, DNA atau kode genetik yang diperoleh dari inti sel stem donor diinjeksikan pada sel telur donor yang sudah dibuang inti selnya. Sel stem ini diambil dari sel kulit yang disebut sel kumulus. Sel telur yang sudah diganti inti selnya itu kemudian dipapar bahan kimia agar mau membelah diri.
Dari 22 telur yang dikembangkan, enam membelah diri masuk ke tahap dini embrio yang disebut blastosis. Bila embrio ini dicangkokkan ke rahim, maka kemungkinan besar akan dihasilkan replika dari orang yang menyumbangkan sel kulitnya itu. Hal ini sudah berhasil dilakukan pada binatang, domba Dolly misalnya.
Meski West menegaskan bahwa perusahaannya tidak melakukan penelitian kloning reproduksi, beberapa ilmuwan sudah menyatakan keinginannya untuk melakukan kloning manusia. Dr Severino Antinori, ahli kesuburan dari Italia, dan Dr Panayiotis Zavos dari bagian andrologi Institut Amerika, sudah berkolaborasi untuk memulai penelitian yang menurut mereka bisa membantu pasangan tidak subur mendapatkan anak.
Namun, keinginan mengkloning manusia mendapat tantangan dari banyak pihak. Selain masalah etis yang menjadi keprihatinan utama, para ilmuwan yang sudah melakukan kloning binatang mengingatkan bahwa banyak masalah perkembangan yang muncul pada hasil kloning misalnya pada sapi. "Sungguh tidak etis memulai kloning manusia bila berbagai masalah itu tidak diatasi lebih dulu," kata mereka.
Jamie Grifo, direktur divisi reproduksi dan endokrinologi di Universitas New York, sepakat dengan pendapat ini. Meski ia termasuk pendukung kloning reproduksi-dengan mencangkokkan materi genetik perempuan yang sudah tua pada yang lebih muda dan sehat kemudian dikembangkan jadi embrio-ia sadar jalan menuju kloning manusia masih panjang. "Masih banyak hal yang bisa berkembang menjadi salah," paparnya.
Food and Drug Administration AS, yang menyatakan pihaknya berwenang memberi izin penelitian kloning, sudah mengirimkan surat ke ke berbagai perusahaan bioteknologi bahwa izin kloning manusia untuk tujuan reproduksi tidak akan dikeluarkan.
Sejarah kloning
Berkembangnya ilmu rekayasa genetika bisa dikatakan berawal dari temuan bersejarah James Watson dan Francis Crick berupa informasi genetik DNA yang struktur molekulnya berbentuk helix ganda, 1953. Oktober 1990, National Institute of Health mengumumkan pekerjaan ambisius, memetakan struktur genetik manusia dalam Human Genome Project. Sebelum proyek ini rampung, Juli 1995 ilmuwan Skotlandia mengumumkan keberhasilan mereka mengkloning domba dari sel embrio yang dinamai Mehan dan Morag. Februari 1997, ilmuwan Skotlandia berhasil mengembangkan Dolly, anak domba yang dikloning dari sel kambing dewasa. Ini diikuti domba kloning Polly yang dihasilkan dari sel kulit yang dimodifikasi dengan tambahan gen manusia, Juli 1997. Juli 1998, para peneliti di Universitas Hawaii mengkloning 50 ekor tikus dalam tiga generasi, yang sel-selnya dikembangkan dari satu ekor tikus. Ahli genetika di Universitas Tufts di Massachusetts, April 1999, mengumumkan telah mengkloning tiga domba. Mereka telah dimodifikasi susunan genetiknya agar menghasilkan protein tertentu pada susunya untuk mengobati serangan jantung dan stroke. Tahun 2000, peneliti di Oregon memproduksi rhesus monyet yang dinamai Tetra dengan cara memisahkan embrio fase dini dan kemudian mencangkokkan kembali potongan-potongan itu ke rahim induknya.