Mohon yang berkunjung ke website saya ini berkenan Subscribe Channel saya ya .. Klik Youtube dibawah ini

Umum

Agama dan Negara

Agama di negeri ini diposisikan pada tempat yang sangat strategis. Sekalipun disebutkan bahwa Indonesia bukan sebagai negara yang berdasarkan agama, tetapi pemerintah memberikan perhatian yang sedemikian luas dan besar terhadap kehidupan beragama. Sejak lahir, pemerintah negeri ini menunjuk satu departemen tersendiri yang bertugas melakukan pembinaan dan pelayanan terhadap semua agama yang ada, yaitu Departemen Agama.

Pemerintah juga memberikan anggaran melalui APBN sebagaimana pada departemen lainnya. Dahulu, pada masa orde baru, Departemen Agama dikenal sebagai instansi pemerintah yang paling cekak anggarannya. Kantor-kantor instansi pemerintah, termasuk lembaga pendidikan yang berada di bawah departemen ini dikenal tampak sederhana dan bahkan tampak kusam, karena kekurangan anggaran. Tetapi akhir-akhir ini sudah menampakkan wajah yang cukup cerah. Anggaran Departemen Agama, masuk kategori papan atas. Tugas Departemen Agama, sebagaimana nama yang disandangnya adalah melakukan pembinaan dan pelayanan kehidupan umat beragama. Tugas ini cakupannya jika dirinci cukup luas, mulai dari merumuskan kebijakan nasional di bidang keagamaan, melaksanaan pembinaan dan pelayanan, termasuk pembinaan kerukunan umat beragama. Yang tampak menonjol, dalam membina umat beragama selain melalui tempat-tempat ibadah, adalah melalui pendidikan agama. Dalam melaksanakan kebijakannya, Departemen Agama memiliki beberapa direktorat jendral sesuai dengan jenis tugas dan agama yang hidup dan berkembang di Indonesia. Sementara ini, ada dirjen pendidikan Islam, dirjen haji, dirjen pembinaan masyarakat Islam, dirjen pembinaan agama kristen Kantholik, dirjen pembinaan agama kristen protestan, dirjen pembinaan agama Hidndu, dirjen agama budha. Agama Kong Hu Cu, sementara masih berada di bawah Sekretaris Jendral Departemen Agama. Sebagaimana disinggung di muka, masing-masing agama mengelola lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh tanah air, mulai dari pendidikan yang bersifat formal, maupun yang bersifat non formal dan informal. Pendidikan yang bersifat formal misalnya, masing-masing agama memiliki lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Di antaranya ada yang berstatus negeri dan sebagian lainnya, bahkan justru yang lebih banyak jumlahnya, berstatus swasta. Semula lembaga pendidikan formal yang berada di bawah pembinaan departemen agama hanya bersifat pendidikan kedinasan, yaitu lembaga pendidikan yang dimasudkan untuk mencukupi kebutuhan tenaga yang diperlukan oleh departemennya sendiri, sehingga bidang-bidang yang dikembangkan disesuaikan dengan kebutuhan instansi itu. Akan tetapi akhir-akhir ini, lembaga pendidikan yang berada di bawah departemen agama, ternyata berkembang lebih luas lagi melampaui wilayahnya semula, hingga akhirnya orientasinya menjadi sama dengan lembaga pendidikan yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional. Dengan mengelola pendidikan hingga dalam jumlah yang besar ini, maka Departemen Agama mendapatkan anggaran yang cukup besar. Menurut catatan, departemen agama mengelola lembaga pendidikan tidak kurang dari 20 % dari keseluruhan jumlah lembaga pendidikan yang ada di tanah air ini. Anggaran itu, selain digunakan untuk membiayai operasional pembinaan keagamaan masing-masing agama, dialokasikan untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan di masing-masing direktorat jendral pembinaan agama yang berbeda-beda itu. Saya selama ini merasakan, betapa indahnya sesungguhnya negeri ini, jika dilihat dari aspek agama. Agama diurus dan disediakan anggaran oleh pemerintah. Pemerintah atau negara tidak saja memberikan perhatian, melainkan juga ikut serta membiayai dan membina kehidupan umat beragama dari berbagai agama yang ada. Oleh karena itu, hubungan negara dan agama di negeri ini, sulit dilihat sebagai dua bagian yang berbeda. Agama dan negara tampak menyatu secara padu. Nilai-nilai agama, seperti konsep tentang ketaqwaan, keimanan, kejujuran, keadilan, kebersamaan, musyawarah dan seterusnya masuk pada relung-relung kehidupan bernegara. Lebih dari itu, di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam, kantor-kantor pemerintah termasuk lembaga pendidikan, disediakan tempat ibadah. Setiap kantor pemerintah dilengkapi masjid, termasuk juga sekolah-sekolah pemerintah dan juga perguruan tinggi atau universitas. Lebih dari itu, pelaksanaan ritual agama pun mendapatkan perhatian dan pelayanan dari pemerintah. Seperti misalnya penyelenggaraan ibadah haji, puasa di bulan ramadhan, pemerintah ambil bagian dalam penentuan awal dan akhir bulan ramadhan. Demikian pula pada peringatan hari besar keagamaan, semua agama, dijadikan sebagai hari libur nasional. Lebih dari itu, simbol keagamaan misalnya mulai dari yang paling sederhana, bahwa hampir setiap pejabat pemerintah tatkala memulai pidato memberikan nuansa agama, misalnya mengucapkan salam dan memuji Tuhan, dengan menggunakan cara Islam bagi pejabat muslim, dan begitu pula bagi agama lainnya Ayat-ayat suci al Qur’an banyak disitir atau dijadikan referensi dalam berbagai pidato oleh para pejabat pemerintah. Memang dalam beberapa hal, ada sementara pihak menuntut lebih dari itu. Misalnya, agar hukum Islam dijadikan sebagai dasar hukum positif. Usulan ini selain didasarkan atas pertimbangan bahwa kaum muslimin merupakan mayoritas penduduk negeri ini, juga dijamin bahwa jika usulan itu disetujui maka pemeluk agama lain tetap akan terlindungi. Hal itu sangat dimungkinkan, kerena hukum Islam sesungguhnya akan melindungi siapapun, termasuk bagi mereka yang memeluk agama lain. Begitu pula, muncul isu di wilayah yang mayoritas masyarakatnya beragama nasrani, mengajukan tuntutan serupa. Aspirasi tersebut sampai saat ini belum mendapatkan respon. Keinginan itu agaknya sulit dipenuhi atas dasar pandangan bahwa negeri ini bukan berdasar agama, melainkan Pancasila dan UUD 1945. Agama tidak dijadikan sebagai dasar mengatur negara, tetapi agama diposisikan sebagai pedoman berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Namun nilai-nilai universal agama, seperti keadilan, kejujuran, saling menghormati sesama, kasih sayang, kebersamaan, bermusyawarah, dan lain-lain dijadikan sebagai sumber atau ruh dalam menyusun berbagai aturan, pedoman, dan bahkan undang-undang negara. Hubungan agama dan negara seperti ini sesungguhnya juga belum final. Semua sedang berada pada proses yang sedang dan tetap akan berjalan. Akan tetapi, saya melihat bahwa proses itu semakin lama semakin mendekat. Saya melihat, pada saat ini orang tidak mempersoalkan lagi tentang kegiatan yang berbau keagamaan dan justru sebaliknya selalu mendapat didukungan. Pejabat dan siapapun di negeri ini meletakkan agama pada posisi yang sangat strategis. Sudah tidak pernah ada lagi pejabat pemerintah yang menganggap bahwa agama sebagai penghambat kemajuan atau modernisasi. Bahwa agama justru menjadi penting. Agama diposisikan sebagai sumber nilai, motivasi dan lebih dari itu adalah sebagai pegangan hidup. Tidak pernah ada, bahkan pada akhir-akhir ini yang sengaja atau tidak, mendegradasikan makna agama dalam kehidupan secara keseluruhan. Kita melihat misalnya, tatkala para cawapres dalam forum kampanyenya ditanya oleh moderator tentang posisi agama dalam kaitannya dengan negara, semuanya meletakkan agama pada posisi yang amat strategis. Agama dipandang sebagai sumber nilai dalam semua kegiatan bermasyarakat dan bernegara. Akhirnya, saya membayangkan jika proses hubungan agama dan negara di negeri ini terus berkembang sebagaimana yang berjalan selama ini, maka Indonesia tidak saja akan menjadi negara yang paling besar berpenduduk muslim, tetapi lebih dari itu, juga sekaligus sebagai model ideal hubungan antara agama dan negara bagi masyarakat yang berdemokrasi. Dalam suasana seperti itu, maka penyebaran, misi, atau dakwah masing-masing agama, dalam suasana yang terbuka, akan menawarkan atau mengedepankan kualitas kehidupan yang didasari oleh nilai-nilai masing-masing agama, dan bukan selainnya itu. Orang mengenali keunggulan dan keluhuran suatu agama, bukan saja berdasar pada tataran kekuatan doktrin dari kitab suci masing-masing, melainkan juga dari kualitas kehidupan secara menyeluruh yang berhasil ditampilkan oleh masing-masing pemeluk agama yang berbeda-beda itu. Sehingga kemudian yang terjadi, adalah mereka akan berlomba-lomba dalam menampilkan kualitas kehidupan dan bukan justru saling mengingkari keberadaannya dan atau merendahkan. Wallahu a’lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Add comment


Go to top