Mohon yang berkunjung ke website saya ini berkenan Subscribe Channel saya ya .. Klik Youtube dibawah ini

Umum

Akhirnya UU BHP Dibatalkan

Beberapa hari ini banyak orang gembira, Mahkamah Konstitusi akhirnya pada tanggal 30 nMaret 2010 membatalkan UU BHP. Dengan pembatalan itu, maka kekhawatiran akan terjadi liberalisasi pendidikan di negeri ini tidak akan berkurang. Dan dengan pembatalan itu pula pengelolaan pendidikan tinggi akan berlangsung sebagaimana sedia kala.

Sementara yang lain, terutama bagi perguruan tinggi yang sudah menghabiskan waktu dan tenaga mempersiapkan usula BHP merasa kecewa. Karena apa yang dikerjakan berbulan-bulan untuk melengkapi berkas-berkas yang diperlukan tidak ada artinya. Kekecewaan itu juga dirasakan bagi daerah-daerah yang sudah lama mengusulkan pendirian PTN dengan status BHP. Sebab dengan dibatalkannya UU itu maka usulannya menjadi belum jelas nasipnya. Semula usul pendirian PTN baru itu akan dipenuhi jika berstatus BHP Pendidikan. Namun tidak semua PTN merasa sedih tatkala mendengar pembatalan itu, karena sesungguhnya implementasi UU BHP itu tidak seluruhnya memberikan kemudahan. Dalam hal-hal tertentu, misalnya dalam pengelolaan keuangan, dengan berstatus BHP, PTN justru terbebani. Misalnya, harus membebaskan biaya pendidikan bagi minimal 20 % dari mahasiswanya. PTN dengan status BHP tidak boleh menerima dana operasional dari masyarakat melebihi 30 % dari kebutuhannya. Beban tersebut tentu dirasakan sebagai hal yang berat. Sebab PTN tidak saja harus berkonsentrasi meningkatan kualitas akademiknya, melainkan juga harus aktif berusaha menggali sumber-sumber pendanaan yang diperlukan. Lebih sulitnya lagi, tatkala harus mencari tambahan pendanaan itu tidak boleh menambah pungutan dari masyarakat, atau mahasiswa. Sebab pungutan dari masyarakat telah dibatasi oleh UU BHP itu, yakni tidak boleh melebihi 30 % kebutuhan operasional. Kehadiran UU BHP tersebut semula disambut gembira oleh PTN, karena dengan undang-undang tersebut, mereka akan mendapatkan otonomi yang lebih luas, terutama terkait dengan pengembangan akademiknya. Selama ini, PTN merasa direpotkan dalam hal itu. Sebatas membuka program studi baru misalnya, apalagi untuk membuka fakultas, dirasakan sulitnya bukan main. Seolah-olah PTN hanya sebatas menjadi pelaksana kebijakan pemerintah pusat, yang kadang tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Sesungguhnya bagi PTN, tanpa UU BHP pun asalkan diberi kelonggaran atau otonomi dalam pengembangan akademik, tata kelola, dan apalagi pengelolaan keuangan sudah dirasakan sebagai hal yang sangat menggembirakan. Pemerintah, dalam rangka melindungi masyarakat, cukup memberikan pengawasan atau peraturan yang terkait dengan besarnya tarif yang boleh dipungut dari masyarakat. Sedangkan pengelolaannya diserahkan sepenuhnya kepada perguruan tinggi yang bersangkutan, dengan catatan harus dilakukan secara bertanggung jawab. Otonomi seperti inilah sesungguhnya yang diperlukan oleh PTN untuk memajukan lembaganya. Jika fleksibilitas seperti itu dapat diterima oleh PTN, maka dengan dibatalkannya UU BHP, tidak dirasakan sebagai suatu masalah. Pembatalan UU tersebut jika dicermati secara saksama yang justru tidak teruntungkan adalah pihak masyarakat sendiri. Dengan UU BHP itu, PTN bebas dari keharusan membebaskan biaya sebanyak 20 % dari mahasiswanya. Selain itu, PTN justru tidak ada pembatasan dalam memungut besarnya biaya dari masyarakat. Dilihat dari sudut pandang itu, sesungguhnya yang dirugikan dari pembatalan UU BHP tersebut justru rakyat miskin. UU BHP sebenarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk melindungi kepentingan rakyat yang tidak mampu. Sayangnya, UU BHP tersebut lahir ditengah-tengah iklim politik di mana pemerintah selalu dicurigai. Sehingga, undang-undang yang sebenarnya menguntungkan rakyat pun akhirnya ditolak. Namun demikian saya yakin, pihak PTN dengan idealisme yang disandang, tanpa UU BHP pun tidak akan mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat. Sebaliknya, berbekalkan kesadaran dan tanggung jawabnya yang tinggi, amanah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, akan ditunaikan sebaik-baiknya. Wallahu a'lam.

Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo

Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Add comment


Go to top