Akhir-akhir ini, selain korupsi, fenomena konflik di negeri ini seolah hampir-hampir tidak pernah berhenti. Sebuah konflik reda disusul oleh konflik lainnya. Konflik terjadi di hampir di semua lapisan. Telah terjadi konflik antar lembaga negara, konflik antar kelompok yang berbeda, konflik antar kepentingan, konflik antar warga desa dan bahkan juga menyentuh wilayah agama yang berbeda.
Konflik antar lembaga negara terjadi antara KPK, kepolisian dan kejaksaan beberapa waktu yang lalu, antara legislative dan eksekutif terkait dengan kasus Bank Century, konflik antara Satpol PP dengan pengurus makam Mbah Priuk di Jakarta, antara Satpol PP dengan berbagai pedagang kaki lima di berbagai kota, konflik polisi dan mahasiswa di Makassar dan lain-lain. Kasus yang masih segar adalah konflik antara warga Ahmadiyah dan penduduk lainnya yang terjadi di Banten, Jawa Barat, hingga menelan korban mati 3 orang dan sejumlah lainnya luka-luka. Kejadian yang terakhir ini masih dalam proses penyelesaian. Presiden sendiri hingga turun tangan, ikut ambil bagain, mengeluarkan perintah mengusut tuntas dan menyelesaikannya. Sejumlah konflik yang terjadi secara berturut-turut tersebut tentu mendatangkan keprihatinan bagi semua pihak. Konflik yang meluas, bukan saja terjadi di kalangan rakyat biasa, sehingga tidak mudah menyelasaikannya. Umpama saja peristiwa itu terjadi di kalangan orang-orang yang kurang berpendidikan, maka segera kesimpulkan bahwa masyarakat yang pendidikan rendah dalam masyarakat majemuk akan mudah terjadi benturan atau konflik. Kesimpulan tersebut segera terbantah oleh karena konflik sudah terjadi secara merata, mulai dari tingkat bawah hingga tingkat atas, yaitu mulai dari mereka yang berpendidikan paling rendah hingga yang paling tinggi. Para pejabat yang duduk di lembaga legislative maupun eksekutif adalah orang-orang pilihan, elite masyarakat, namun masih terlibat konflik. Konflik akhirnya menjadi milik, dan atau bisa terjadi di semua lapisan masyarakat pada tingkat apapun. Fenomena ini amat bahaya dan memprihatinkan. Sebab dengan begitu tidak akan ada lagi pihak yang mampu memberikan nasehat atau peringatan, bahwa betapa besar bahaya konflik manakala tidak segera terselesaikan. Bahaya itu menjadi nyata, oleh karena semua orang terlibat dalam konflik. Bagaimana mungkin seseorang dapat menasehati bahwa konflik itu adalah buruk, sementara yang bersangkuitan sedang dalam keadaan bermusuhan sendiri. Kejadian yang sama sulitnya adalah menyangkut korupsi. Pemberantasan korupsi sudah sedemikian sulit, oleh karena di hampir semua lembaga, -----dengan berbagai kadarnya, terdapat oknum yang terlibat korupsi atau penyimpangan uang negara. Lembaga yang diharapkan bersih, seperti kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman, ternyata justru menjadi sorotan tajam , karena kasus-kasus mafia yang lebih berbahaya. Korupsi juga terjadi di lembaga eksekutif, legislative, BUMN dan lain-lain. Tertangkapnya para bupati, wali kota, gubernur, menteri atau mantan menteri, pimpinan bank, DPR, pengusaha dan lain-lain di semua level dalam kasus korupsi menggambarkan bahwa, korupsi sebenarnya sudah dilakukan oleh semua orang. Lebih mengejutkan lagi bahwa dalam KPK sendiri, -------sebagai institusi yang bertugas pokok memberantas korupsi, ternyata mantan pimpinannya sudah masuk penjara. Kasus tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa persoalan itu sudah sedemikian akut. Akhirnya mereka yang korupsi, yang menangkap koruptor, mengadili dan bahkan memasukkan dan yang bertugas di penjara pun sudah melakukan hal yang sama, yaitu sama-sama melakukan kejahatan korupsi. Hal ini sama dengan fenomena konflik, bahwa semua sudah terlibat dan mengalaminya. Diumpamakan sebagai sebuah wabah, maka penyakit tersebut sudah merambah pada para pasien, dokter, perawat hingga semua petugas yang bekerja di pelayanan kesehatan itu. Mereka sudah sakit semua. Bagaimanapun, bangsa ini harus keluar dari bahaya tersebut. Namun hal itu tidak mudah dilakukan, oleh karena penyakit tersebut sudah terjadi di semua bagian. Bahkan mungkin, karena sudah menjadi milik semua orang, maka penyakit itu tidak dirasakan lagi sebagai hal yang membahayakan, karena sudah menjadi kebiasaan. Sehari-hari banyak orang terlihat konflik dan korup, sehingga hal itu dipandang sebagai kehidupan biasa. Inilah tantangan besar bangsa ini yang harus segera mendapatkan penyelesaian bersama. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Rekomendasi Artikel: