Sejak awal memimpin STAIN Malang, hingga sekarang kampus ini telah berubah menjadi UIN Maliki Malang, yang saya rasakan sebagai tugas penting, di antaranya adalah memberikan penjelasan tentang lingkup ajaran Islam yang seharusnya dipahami secara luas dan lebih utuh. Sementara itu, Islam hanya dipahami secara terbatas, yaitu hanya menyangkut ilmu tauhid, fiqh, akhlak, tasawwuf, tarekh dan bahasa Arab. Demikian pula yang disebut sebagai rumpun ilmu Islam hanya sebatas menyangkut ilmu ushuluddin, syariáh, dakwah, adab, dan tarbiyah. Selebihya itu tidak disebut sebagai bagain dari Islam.
Oleh karena pemahaman seperti itu sudah dimiliki dan berjalan sedemikian lama, maka untuk menggeser sedikit saja sulitnya bukan main. Alternatif pemahaman lain sangat sulit diterima. Oleh karena itu, ketika IAIN dan atau STAIN mengusulkan perubahan bentuk menjadi UIN, maka pertanyaan yang segera muncul adalah bagaimana nasip ilmu agama yang selama ini dikembangkan. Mereka khawatir dengan menjadi bentuk universitas, dan berpeluang membuka program studi umum, dikhawatirkan ilmu agama akan hilang atau mati. Agar wilayah kajian Islam yang luas itu bisa ditangkap secara mudah, sehingga gambaran dikotomik atau pemisahan antara ilmu agama dan umum, sedikit demi sedikit terkurangi maka penjelasan itu saya tempuh dengan menggunakan sebuah metafora berupa pohon. Akhirnya, banyak orang mengenal bahwa UIN Maliki Malang memiliki pohon ilmu. Lewat metafora tersebut, ternyata berhasil memberikan penjelasan tentang ilmu dalam perspektif Islam, bahkan kepada masyarakat awam sekalipun. Mereka menjadi tahu, termasuk terkait tentang bagaimana sebenarnya memahami ilmu yang mencarinya adalah merupakan fardhu ain dan fardhu kifayah. Dalam metafora tersebut, yang sebenarnya gambaran itu tepat dilihat dari persepektif kurikulum, bagian-bagian pohon tersebut saya gunakan untuk menjelaskan mana bagian ilmu alat, bagian pokok atau sumber ajaran Islam yang harus dipelajari oleh semua mahasiswa, dan pengembangan ilmu lainnya atau juga ilmu-ilmu modern atau disebut ilmu umum. Bagian akar dari pohon itu, saya gunakan untuk memberikan gambaran terhadap ilmu yang fungsinya sebagai alat, yaitu bahasa, filsafat, ilmu alam, dan ilmu sosial. Karena sedemikian pentingnya, maka ilmu alat, seperti bahasa Arab dan Inggris, harus dikuasai benar oleh semua mahasiswa. Selanjutnya batang pohon saya gunakan untuk menggambarkan posisi al Qurán, hadits, sirah nabawiyah, tamaddun Islam. Dahan, ranting dan daun pohon saya gunakan untuk menggambarkan ilmu umum yang harus dipilih dan dikaji oleh mahasiswa sebagaimana pilihannya masing-masing. Sedangkan, tanah di mana pohon itu tumbuh dan berkembang, saya gunakan untuk menggambarkan tentang betapa pentingnya pembiasaan, kultur, atau budaya, yang harus ditumbuh-kembangkan secara terus menerus. Metafora berupa pohon tersebut, fungsinya sebenarnya hanya sebagai alat peraga, untuk mempermudah memahami kaitan antara berbagai jenis ilmu pengetahuan yang harus dipelajari oleh semua mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi Islam. Namun rupanya, oleh sementara pimpinan perguruan tinggi agama Islam lainnya metafora berupa pohonh itu dianggap sebagai sesuatu yang lebih dari itu. Kemudian mereka, membuat dalam bentuk lainnya, seperti di UIN Yogyakarta, ----- Prof. Amin Abdullah, membuat gambar jaring laba-laba, UIN Sunan Gunung Jati Bandung dengan gambar roda, dan lain-lain. Smua itu semangatnya sama, yaitu ingin menjelaskan keterkaitan antara ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan pada umumnya. Problem yang terkait dengan bentuk hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan, ternyata tidak saja dirasakan oleh kalangan perguruan tinggi Islam di Indonesia, melainkan juga terjadi di berbagai negara Islam lainnya. Selama lebih dari 14 tahun, saya mensosialisasikan pandangan itu lewat berbagai seminar, diskusi, dan bentuk pertemuan ilmiah lainnya, di banyak tempat, -----sudah hampir merata di kota-kota besar dan kecil di Indonesia, mulai dari Aceh, hingga Papua. Melalui kegiatan itu, konsep integrasi antara ilmu agama dan umum yang dikembangkan oleh UIN Maliki Malang dikenal oleh banyak orang, dan bahkan Pohon Ilmu dianggap sebagai salah satu identitas perguruan tinggi Islam ini. Sosialisasi juga pernah saya lakukan di kampus-kampus di Malaysia, Riyad, Iran, Sudan, Mesir, Yaman dan lain-lain. Bahkan dalam kesempatan seminar tentang keterkaitan antara ilmu agama dan ilmu umum yang diselenggarakan di Universitas Al Quránul Kariem di Sudan, diikuti oleh ratusan pimpinan perguruan tinggi dari negara-negara Islam di dunia. Kesan yang saya peroleh dari mensosialisasikan pohon ilmu tersebut, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, saya menemukan banyak orang memandang dikotomik ilmu------umum dan agama, tidak disukai, namun keluar dari pandangan itu ternyata tidak mudah. Kesan lainnya, bahwa ummat Islam di mana-mana berkeinginan maju, tetapi ternyata sebatas merumuskan bangunan keilmuan yang akan dikembangkan masih mengalami kesulitan. Mereka biasanya masih mempertanyakan keilmuan itu baik dari aspek ontology, epistimologi dan aksiologinya. Berkali-kali pertanyaan itu diajukan dan juga telah dijawabnya melalui berbagai seminar itu, tetapi ternyata pertanyaan dan jawaban serupa diulang kembali. Rupanya ummat ini, memang lebih menyukai berwacana, dan kurang berani mencoba mencari jawab secara kongkrit. Maka akibatnya, selalu terlambat dan bahkan tertinggal seperti sekarang ini. Wallahu a’lam.
Penulis : Prof DR. H. Imam Suprayogo
Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang